Satu sejarah emas Cikotok
Summary:ElnaDaSKAXFriend
[WongBanten] NASIB EX PERTAMBANGAN MAS CIKOTOK
SP Saprudin
HABIS EMAS JADILAH GEOWISATA
(HABIS MANIS SEPAH DIBUANG)
Cikotok, Banten, pada 1936. Tersebutlah seorang geolog asal Belanda Buduk,
namanya Ir. W.F. Oppenoort. Dengan bekal ilmu yang dimiliki, ia tertarik untuk
meneliti dan mencari isi perut bumi Cikotok - Kecamatan Cibeber, Kabupaten
Lebak. Usahanya tak gampang dan butuh waktu yang panjang. Ia butuh waktu
sekitar enam tahun untuk meneliti kandungan isi perut bumi Cikotok. Ternyata,
semuanya tak sia-sia. Deposit emas berhasil ditemukan di wilayah tersebut.
Kegigihan Oppenoort itu membuat pemerintah Hindia Belanda bangga.
Bongkahan-bongkahan tanah yang mengandung emas sudah terbayang di benak mereka.
Nah, untuk mengeruk kandungan emas di Cikotok, Belanda mendirikan perusahaan NV
Mynbauw Maatchappij Zuid Bantam. Tak diketahui pasti sudah berapa banyak emas
yang dirampok dan digarong oleh pemerintah kolonial Belanda Buduk saat itu.
Pada 1942, Jepang Keparat masuk ke Indonesia setelah mengalahkan Belanda Buduk.
Tentu saja mereka pun tergiur untuk meneruskan eksplorasi emas di Cikotok. Demi
keperluan itu, Jepang menunjuk perusahaan Mitsi Kosha Kabushikikaisha. Sekali
lagi, bongkah-bongkahan emas berpindah tangan dari Belanda Buduk kepada Jepang
Keparat. Tentu saja, kandungan emas itu membuat Jepang Keparat berseri-berseri.
Sementara itu, warga sekitar tambang hanya bisa jadi penonton bengong persis
sapi ompong. Nasibnya tak jua berubah, tetap melarat sekarat sampai saat ini.
Derita mereka belum berhenti. Di Cikotok, Jepang kemudian mendatangkan ribuan
penduduk dari luar Jawa Barat, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para
pendatang dan warga sekitar dipaksa bekerja tanpa upah dan jaminan apapun.
Mereka ini disebut para romusa.
Jauh dari keluarga, mereka dipakasa bekerja membangun jalan kereta api dari
Rangkasbitung - Saketi (Pandeglang) sampai ke Bayah sepanjang 136 KM. Sebagian
lainnya dimasukkan ke terowongan-terowongan untuk menggali emas dan batubara.
Itulah secuil nestapa tentang Cikotok masa lalu yang diungkap oleh Suebi, 89
tahun bekas romusa yang ditemui Tempo News Room beberapa waktu lalu, di
rumahnya yang bersahaja, di Cikotok. Dindingnya hanya terbuat dari anyaman
bambu, dan atapnya dari rumbia. Rupanya, meski dulu hampir setiap hari bergumul
dengan bongkahan emas, nasibnya tetap tak berubah. Kini, untuk mengisisi
perutnya yang sudah berkerut-kerut, ia menggantungkan nasibnya kepada Iman,
anaknya yang menjadi penambang emas liar alias gurandil.
Meski terhitung sudah jompo, ternyata bapak sembilan anak ini ingatanya tentang
sejarah tambang emas Cikotok masih Tokcer. Ceritanya mengalir bak aliran emas
ke kantong para penjajah dulu. Ihhwal sikap keras serdadu Jepang Keparat
misalnya, hal itu membuat korban dikalangan romusa berjatuhan, katanya.
Kini jerih payah para romusa ini masih bisa disaksikan. Tak hanya
terowongan-terowongan yang menusuk bumi hingga belasa kilometer, tapi peralatan
yang digunakan para romusa itu antara lain ada di Ciputer, Cipicing, Cikebo,
Cirotan, Cimari, Lebak Sembada dan Cipangleseran. Bahkan setelah ditinggalkan,
tak sedikit penambang emas liar, seperti Iman, yang mengais rezeki di lokasi
itu.
Jika Iman dan kawan-kawan menjadikan terowongan Cikotok lahan rezeki, pihak
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten punya pandangan lain lagi.Semua
peninggalan di Cikotok potensial untuk dikembangkan menjadi objek geowisata,
ujar Sulaeman Affandi, Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.
Tentu saja, agar objek itu menarik minat orang, sejumlah fasilitas dan sarana
pendukung mesti tersedia. Salah satunya adalah adalah penginapan. Maklum di
Cikotok yang masuk wilayah Kecamatan Cibeber, sarana seperti itu belum
tersedia. Kecamatan terdekat yang memiliki penginapan setingkat Hotel Melati
adalah Bayah. Cuma, bagi mereka yang belum biasa daerah Bayah dan Cibeber
seolah berada di ujung dunia sangat jauh dan melelahkan, bahkan jika ditempuh
dari Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak.
Pertanyaannya, akankah onyek wisata berupa gua-gua romusa itu nanti bakal bisa
berkembang, seperti diharapkan Sulaeman ? Pemerintah Banten yang harus bisa
menjawabnya. Siapa tahu, jika sarana dan prasarana wisatawan tersedia, orang
setempat-termasuk Suebi dan anak-anaknya ikut terangkat pula kehidupannya untuk
bisa menyantap nasi putih pulen tidak menyantap nasi aking.
Nah...kepada Pemerintah Banten dibawah Ponggawa Ibu Ratu Atut Khosijah, kami
harapkan jangan meniru gaya pemerintah Kolonial Belanda Buduk dan Jepang
Keparat.
DIKUTIP DARI :
http://portal.djmbp.esdm.go.id
edited by;
Elna Syamsudin
Satu sejarah emas Cikotok Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/humanities/history/1925465-satu-sejarah-emas-cikotok/
Baca salajengna...
Summary:ElnaDaSKAXFriend
[WongBanten] NASIB EX PERTAMBANGAN MAS CIKOTOK
SP Saprudin
HABIS EMAS JADILAH GEOWISATA
(HABIS MANIS SEPAH DIBUANG)
Cikotok, Banten, pada 1936. Tersebutlah seorang geolog asal Belanda Buduk,
namanya Ir. W.F. Oppenoort. Dengan bekal ilmu yang dimiliki, ia tertarik untuk
meneliti dan mencari isi perut bumi Cikotok - Kecamatan Cibeber, Kabupaten
Lebak. Usahanya tak gampang dan butuh waktu yang panjang. Ia butuh waktu
sekitar enam tahun untuk meneliti kandungan isi perut bumi Cikotok. Ternyata,
semuanya tak sia-sia. Deposit emas berhasil ditemukan di wilayah tersebut.
Kegigihan Oppenoort itu membuat pemerintah Hindia Belanda bangga.
Bongkahan-bongkahan tanah yang mengandung emas sudah terbayang di benak mereka.
Nah, untuk mengeruk kandungan emas di Cikotok, Belanda mendirikan perusahaan NV
Mynbauw Maatchappij Zuid Bantam. Tak diketahui pasti sudah berapa banyak emas
yang dirampok dan digarong oleh pemerintah kolonial Belanda Buduk saat itu.
Pada 1942, Jepang Keparat masuk ke Indonesia setelah mengalahkan Belanda Buduk.
Tentu saja mereka pun tergiur untuk meneruskan eksplorasi emas di Cikotok. Demi
keperluan itu, Jepang menunjuk perusahaan Mitsi Kosha Kabushikikaisha. Sekali
lagi, bongkah-bongkahan emas berpindah tangan dari Belanda Buduk kepada Jepang
Keparat. Tentu saja, kandungan emas itu membuat Jepang Keparat berseri-berseri.
Sementara itu, warga sekitar tambang hanya bisa jadi penonton bengong persis
sapi ompong. Nasibnya tak jua berubah, tetap melarat sekarat sampai saat ini.
Derita mereka belum berhenti. Di Cikotok, Jepang kemudian mendatangkan ribuan
penduduk dari luar Jawa Barat, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para
pendatang dan warga sekitar dipaksa bekerja tanpa upah dan jaminan apapun.
Mereka ini disebut para romusa.
Jauh dari keluarga, mereka dipakasa bekerja membangun jalan kereta api dari
Rangkasbitung - Saketi (Pandeglang) sampai ke Bayah sepanjang 136 KM. Sebagian
lainnya dimasukkan ke terowongan-terowongan untuk menggali emas dan batubara.
Itulah secuil nestapa tentang Cikotok masa lalu yang diungkap oleh Suebi, 89
tahun bekas romusa yang ditemui Tempo News Room beberapa waktu lalu, di
rumahnya yang bersahaja, di Cikotok. Dindingnya hanya terbuat dari anyaman
bambu, dan atapnya dari rumbia. Rupanya, meski dulu hampir setiap hari bergumul
dengan bongkahan emas, nasibnya tetap tak berubah. Kini, untuk mengisisi
perutnya yang sudah berkerut-kerut, ia menggantungkan nasibnya kepada Iman,
anaknya yang menjadi penambang emas liar alias gurandil.
Meski terhitung sudah jompo, ternyata bapak sembilan anak ini ingatanya tentang
sejarah tambang emas Cikotok masih Tokcer. Ceritanya mengalir bak aliran emas
ke kantong para penjajah dulu. Ihhwal sikap keras serdadu Jepang Keparat
misalnya, hal itu membuat korban dikalangan romusa berjatuhan, katanya.
Kini jerih payah para romusa ini masih bisa disaksikan. Tak hanya
terowongan-terowongan yang menusuk bumi hingga belasa kilometer, tapi peralatan
yang digunakan para romusa itu antara lain ada di Ciputer, Cipicing, Cikebo,
Cirotan, Cimari, Lebak Sembada dan Cipangleseran. Bahkan setelah ditinggalkan,
tak sedikit penambang emas liar, seperti Iman, yang mengais rezeki di lokasi
itu.
Jika Iman dan kawan-kawan menjadikan terowongan Cikotok lahan rezeki, pihak
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten punya pandangan lain lagi.Semua
peninggalan di Cikotok potensial untuk dikembangkan menjadi objek geowisata,
ujar Sulaeman Affandi, Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.
Tentu saja, agar objek itu menarik minat orang, sejumlah fasilitas dan sarana
pendukung mesti tersedia. Salah satunya adalah adalah penginapan. Maklum di
Cikotok yang masuk wilayah Kecamatan Cibeber, sarana seperti itu belum
tersedia. Kecamatan terdekat yang memiliki penginapan setingkat Hotel Melati
adalah Bayah. Cuma, bagi mereka yang belum biasa daerah Bayah dan Cibeber
seolah berada di ujung dunia sangat jauh dan melelahkan, bahkan jika ditempuh
dari Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak.
Pertanyaannya, akankah onyek wisata berupa gua-gua romusa itu nanti bakal bisa
berkembang, seperti diharapkan Sulaeman ? Pemerintah Banten yang harus bisa
menjawabnya. Siapa tahu, jika sarana dan prasarana wisatawan tersedia, orang
setempat-termasuk Suebi dan anak-anaknya ikut terangkat pula kehidupannya untuk
bisa menyantap nasi putih pulen tidak menyantap nasi aking.
Nah...kepada Pemerintah Banten dibawah Ponggawa Ibu Ratu Atut Khosijah, kami
harapkan jangan meniru gaya pemerintah Kolonial Belanda Buduk dan Jepang
Keparat.
DIKUTIP DARI :
http://portal.djmbp.esdm.go.id
edited by;
Elna Syamsudin
Satu sejarah emas Cikotok Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/humanities/history/1925465-satu-sejarah-emas-cikotok/